Archives

Kiai Kanjeng, Sebuah Nilai

Aku masih ingin bercerita tentang acara itu.
Selain budayawan mbeling dan suasana kebersamaan itu, ada satu hal lagi yang selalu membuatku tidak rela melepaskan acara itu.
Sekelompok orang yang selalu bersama budayawan mbeling itu kemanapun dia diundang atau melakukan suatu kegiatan.

Sekumpulan orang yang bisa dibilang tidak muda, walaupun sekarang sudah ada regenerasi, tapi mereka adalah bapak2 kebanyakan yang bersama budayawan mbeling itu menunjukkan indahnya musik tanpa embel2 'genre', Kiai Kanjeng.

Tidak banyak yang tahu Kiai Kanjeng. Kemunculan mereka tidak terlalu menarik untuk dibahas industri 'mainstream'.
Mereka kalah segalanya kalau dalam hitung2an industri musik.
Lagu mereka tidak mengikuti arus, lirikpun tidak populer. Apalagi sudah menyangkut fisik, tampang mereka tidak menjual.

Tapi tidak banyak yang tahu juga, sebelum lagu2 religius bertebaran di pasaran dan menjadi sebuah komoditi dagang industri musik, Kiai Kanjeng sudah melintasi pulau, negara, komunitas, suku bahkan agama untuk mengajak semua orang bergembira, menumbuhkan rasa persatuan dan persaudaraan, melalui musik.

Berawal dari Teater Dinasti di tahun 70an, timbul tenggelam sampai di awal 90an, budayawan mbeling itu bersama Teater Salahuddin membuat sebuah pertunjukan bernama Pak Kanjeng untuk mengkritik penguasa pada masa itu.
Hingga akhirnya lahir Kiai Kanjeng, yang kalau diteruskan akan melahirkan Letto.

Kiai Kanjeng bergerak dengan hatinya, sebuah konsep tentang memanusiakan manusia.
Berjalan di jalan sunyi bersama budayawan mbeling itu tanpa perlu publikasi dan 'ketenaran'.
Kiai Kanjeng merangkul semuanya, tanpa pilih2.

Kiai Kanjeng tidak perlu sebuah panggung megah untuk tampil, atau lampu2 blitz dan tiket seharga setengah juta.
Mereka ada di kelurahan, di acara2 kesenian sampai di altar2 gedung pencakar langit.

Ukuran sukses mereka ada di kegembiraan orang2 kecil menikmati hidup, berbagi bersama korban lumpur Sidoarjo, di museum seni klasik Napoli, di tengah2 perjanjian damai 3 agama di Belanda.

Musik mereka pada dasarnya tradisional, gamelan, rebana, demung tapi mereka juga sangat bagus memainkan gitar, biola, piano, dan perkusi.
Musik mereka memakai bahasa apa saja, Indonesia, Arab, Inggris, China bahkan Ibrani.
Kiai Kanjeng selalu membanggakan Indonesia ketika mereka sedang melawat ke luar negeri tanpa pernah meminta pamrih pada Indonesia atas 'pelayanan' mereka.

Kiai Kanjeng terlalu besar untuk masuk dalam buku musik Indonesia, karena mereka tidak mau diperbudak musik.
Kiai Kanjeng tidak mau musik menjadi awal sebuah jurang antara manusia dengan manusia lain.

Level musik Kiai Kanjeng tidak pop,rock,blues,karawitan,jazz,qasidah atau apapun sebutan untuk musik itu sendiri.
Kiai Kanjeng membuat semua batasan itu menjadi tidak ada. Musik adalah bahasa, media untuk mengakrabkan semua.
Karena memang begitulah seharusnya..

Kami kumpulan manusia-manusia yang lemah, yang takut kehilangan intimitas kemanusiaan, dan rasa takut itu kami bayar dengan keberanian untuk kehilangan yang lain yakni sukses dan kemasyhuran, jabatan dan kekuasaan, karier dan kehebatan. Atau dari sudut lain, kami adalah sekumpulan manusia-manusia yang tak mampu mencapai sukses dan kemasyhuran, jabatan dan kekuasaan, karier dan kehebatan maka kami berusaha jangan sampai kehilangan “yang paling sederhana dari kehidupan” yakni persaudaraan, keluarga dan intimitas kemanusiaan dalam hidup yang amat singkat ini. -Kiai Kanjeng-


"Heh, adikku juga ternyata sering ke acara itu". Seorang teman berbicara padaku melalui telepon, mengatakan kalau adiknya juga rela bolak balik Semarang-Yogyakarta demi acara itu.
"Masak, kok gak pernah ketemu ya.."
"Meneketehe, waktu kutanya, katanya dia pengen liat Kiai Kanjeng. Musiknya magis.."
"Hah, magis..?"
"Iya, katanya... 'mbak, Kiai Kanjeng itu punya magis deh. Dream Theater mah... lewat...'. Dodol bener tu anak, mang bener ya..?"
"Hahahaha, iya kali..."

Telusuri Jejak..
Kebersamaan Tanpa Batas

Gerimis membasahi Bantul malam itu. Di halaman sebuah TK sekaligus rumah seorang 'budayawan' yang katanya 'mbeling' digelar sebuah acara maiyah.
Dengan panggung sederhana, nyaris tanpa ada ruang kosong dengan pengunjung dan terpal untuk duduk lesehan, benar2 'membumi'.

Aku yang datang malam itu bersama dengan seorang teman, naik motor. Menyempatkan diri untuk mengisi perut yang memang jatahnya. Jam 9 malam kami sampai ke lokasi.
Tempat yang sama, suasana yang sama, hangat. Bertemu orang2 dari berbagai daerah, kelas sosial, tua muda dan latar belakang yang berbeda.

Sampai di tempat, aku dan temanku mencari tempat duduk lesehan.
Setelah dibuka oleh MC dan kelompok ibu2 pengajian bershalawat, budayawan mbeling itupun naik panggung bersama kelompok musik yang selalu menemaninya kemanapun dia pergi.

Dia menyapa dengan hangat, diiringi sentilan dan candaannya tentang negeri ini dan doanya kepada sang pencipta.
Setelah itu dia berpuisi, dengan sangat menjiwai, yang judulnya saja aku tidak tahu. Malam itu dia sukses mengawali acara itu dengan tundukan kepala pengunjung *sial, bahkan mataku berair.*

"Saat ini kita berada di puncak ketidaktahuan kita sebagai manusia. Kita tidak mengerti siapa yang kita perjuangkan, kita tidak tahu siapa pemimpin kita. Kita bahkan tidak tahu apa itu artinya sebuah bangsa."

Begitulah kalimat yang kutangkap dari semua gojekan dan sentilannya pada malam itu.
Sudah beberapa bulan ini hal itu sering dia ungkapkan.

Untuk apa kita sekolah, kalau ternyata kita hidup bukan atas keinginan kita. Seperti bidak catur yang bisa dipindah-pindah, kita dikecewakan keadaan. Semuanya jelas, ini negara yang main2, ini demokrasi yang main2 dan saya bersyukur atas keputusan yang main2 ini karena setelah ini akan terbuka semua yang ditutup2i.

Sebuah rasa 'greget' melihat negeri ini, hingga akhirnya dia mengatakan "malam ini kita tidak usah membahas negeri ini, kita bershalawat saja untuk mendekatkan diri pada yang maha adil karena kita hidup bukan untuk main2."

Malam itu terasa sekali aura mendung, tiga tamu yang datangpun semuanya berpuisi.
Hujan sempat turun beberapa saat di tengah malam itu, tapi tidak ada yang beranjak dari tempat itu, kebanyakan hanya melindungi diri dengan tas atau merapatkan jaket.

Acara selesai hampir pukul 3 pagi, diakhiri doa dan pengetahuan yang bertambah.
Mungkin benar, ini memang sebuah acara yang multidimensi.
Bayangkan hampir tujuh jam duduk, tanpa pamrih, tidak membawa kepentingan apapun bahkan tahan tidak ke kamar mandi hanya untuk buang air kecil.
Aku tidak menemukannya di acara seminar atau forum lain.

Ini bukan acara resmi, aku tidak merasa terikat untuk wajib datang ke acara ini. Bahkan acara ini tidak wajib untuk diadakan, tapi semua orang yang pernah datang ke acara ini akan selalu datang.

Di acara ini aku bisa melihat Gus Dur berbalas ejekan dengan bahasa kebun binatang, atau tawa keras Amin Rais yang begitu kalem. Pengamen nyanyi, monolog seorang Jemek Supardi, Alm.Rendra bercerita masa mudanya sampai bule2 yang begitu asyik bergoyang dangdut. Semua orang bebas menjadi dirinya sendiri.

Ada satu quote yang benar2 selalu dia ulang setiap acara itu

aku tidak mau jadi panutan kalian sebab itu akan membuat kalian fanatik kepadaku. Aku tidak mau berada diantara kalian dan Allah, terlalu berat buatku.


Ah, harusnya ini ditanamkan juga oleh pemimpin kita, tokoh2 masyarakat kita maupun ulama2 kita.

Tidak banyak orang sepertimu, yang dengan ikhlas menyapa ke semua lapisan, sebuah pekerjaan yang jika dihitung secara duniawi, jelas rugi.
Kau orang yang unik, punya kharisma tapi kau begitu dekat, dan kau tidak pelit untuk membagi ilmumu.
Dua tahun, dan aku tidak pernah bosan datang ke acara itu.

Mocopat Syafaat
Kasihan, Bantul, DIY
22 Oktober 2009

Telusuri Jejak..
Memutar Memori

"Innalillahi wa inna ilaihi rojiun"
"Anakku... anakku..."
"Ibu, yang sabar ya, ikhlas bu, ngucap.."

Siang itu tuhan sedang berbaik hati, memanggil seorang bayi yang baru berusia 4 hari dari tangan seorang perempuan.
Diiringi isak tangis perempuan itu dan tetangga yang sedang mencoba menabahkan hatinya, untuk kedua kalinya tuhan menguji imannya.

Prosesi pemakaman sederhana dilakukan keesokan harinya, masih terasa kesedihan itu.
Perempuan itu terhempas ke titik terendah dalam hidupnya, tidak berani menatap mentari.
Takut bertegur sapa dengan tetangga, pekerjaannya dia tinggal, merasa hidup ini begitu tidak memihak.

Tiga kali dia melahirkan, dua kali dia kehilangan.
Beruntunglah masih ada seorang anak yang bertahan dipelukannya, untuk mendapat kasih sayangnya.
Apalagi ketika itu cerita2 tentang kematian masih kental dengan mitos.
Bahkan ada yang bilang ini adalah sebuah bala.

"Kau dengar kata uwak itu kan..?"
"Apa pulak kau pikir-pikirkan itu, gak ada itu" si suami mencoba berpikir jernih, menenangkan perempuan itu.
"Tapi aku takut bang, masak aku menunggu kehilangan sampai tujuh kali baru hilang balanya, gak sanggup aku bang."
"Sudahlah, bukan kita yang mengatur urusan hidup mati. Kalau memang rejeki kita cuma satu itu, kita besarkan dia dengan baik."
"Bang, kalau yang satu itu juga diambil, ceraikanlah aku. Mungkin memang bawa bala aku dalam pernikahan kita ini."
"Jangan gila kau ya, pikiran macam apa itu.."

.....

Ternyata cerita itu tidak terbukti, bahkan tiga tahun setelah kematian yang kedua, perempuan itu melahirkan lagi, perempuan.
Tidak cukup disitu, dua tahun kemudian bayi perempuan lahir lagi dari rahimnya, semuanya sehat dan tumbuh normal.

"Masih percaya kau tentang bala itu, kau lihat apa yang tuhan kasih"
"Imanku tidak cukup kuat waktu itu, maafkan aku bang"
"Lalu ngapain lagi kau sering ke dokter buat cek2 kesehatan"
"Kupikir aku bisa hamil lagi bang.."
"Ah, gak ngerti aku lagi. Dulu kau menolak punya anak lagi, sekarang minta nambah kau"
"Siapa tahu dikasih lagi.."
"Ingat kau apa yang kubilang dulu, kalau rejeki kita cuma segini, ya sudah kita besarkan mereka baik2. Dan jangan suruh2 aku ke dokter, kau kira aku impoten hah"

.....

Setelah itu kehidupan berjalan baik, cerita tentang menambah keturunanpun sudah bukan lagi topik utama di keluarga itu. Hingga tujuh tahun berselang..

"Bang, aku hamil lagi.. gimana ini.." perempuan itu tidak siap, mengingat umurnya yang sudah bukan masa produktif lagi. Pada waktu itu KB bukan favorit para ibu2 kampung.
"Beginilah cara kerja tuhan, ingat apa yang kau bilang dulu. Mau nambah anak, dikasih malah bingung.."
"Tapi kenapa harus sekarang bang, saat aku mulai berpikir untuk membesarkan, bukan lagi meregang nyawa dan duduk menyusui, aku hampir memasuki masa menopause"
"Terus mau apa kau, mau kau tolak rejeki itu"
"Pokoknya ini terakhir aku melahirkan, jangan nambah lagi.."
"Sok2 mengatur pulak kau, disyukuri semuanya. Jagalah baik2 janin itu.."

.....

Bertambah lagi keluarga mereka, seorang bayi perempuan lahir dengan selamat.
Di awal2 kelahiran, si bayi sering sakit.
Fisiknya dinilai lemah oleh dokter, bahkan pernah dua hari menangis tanpa bisa didiamkan.
Perempuan itu mulai panik, teringat trauma masa lalunya tentang kehilangan.
Kali ini jangan ya tuhan, biarkan dia hidup, pinta perempuan itu dalam doa2nya.

Tuhan ternyata mendengar, bayi itu dibiarkan hidup dan berangsur pulih.
Perempuan itu begitu bersyukur, dan berjanji dalam hatinya, biarlah ini yang terakhir. Sudah cukup karunia ini, Empat anak ini jangan bertambah lagi.

Segala cara dia lakukan untuk mencegah, dari lebih banyak mengkonsumsi air tape sampai terapi pijat kampung yang katanya bisa meminimalkan efek hamil.
Apalagi umurnya sudah tidak bisa dibilang muda lagi, dia memang tidak mau lagi menambah anak.

Tapi tuhan berkehendak lain, dua tahun kemudian dia hamil lagi dan melahirkan seseorang yang saat ini sedang memutar memorinya menulis cerita ini.

....


Kutulis untuk ibuku, yang dengan beraninya bercerita tentang sebuah proses dalam perjalanan hidupnya.

*Maaf ibu, jurus2 menolak lahir itu tidak cukup kuat untuk menahanku melihat dunia dan menyusup diantara cinta kalian.. :)*

Telusuri Jejak..
Atas Nama Infotainment

Inilah kita, jutaan rakyat yang sedang memperhatikan dengan seksama kotak segiempat ajaib tanpa kedipan mata.
Sudah beberapa hari ini kita disuguhi tontonan kejar tayang.

Dari audisi sampai perhelatan akbar, kita 'dipaksa' untuk tidak melewatkan sedetikpun.
Acara menunggu telepon buatku sangat menarik, apalagi yang sampai acara habis berendam memakai kimono sambil membawa blackberry, hingga acara salam-salaman yang barusan selesai.

Baru kali ini ada audisi untuk pasukan warna-warni.
Bagaimana ya perasaan mereka memasuki ruang audisi untuk sesi wawancara, harusnya ini juga diliput, biar tambah gayeng.. :D
Belum lagi senyum2 menggoda dan petunjuk2 misterius dari si audiens, menambah penasaran orang yang menonton.
Mirip berita seleb yang kalau diwawancarai tersipu malu sambil bilang 'no comment'

Panitia acara benar2 bekerja secara profesional, terutama untuk segi hiburannya.
Aku tidak tahu ini ide siapa, tapi buatku ini sangat menghibur.
Terinspirasi dari banyaknya reality show di negeri ini, sampai acara kenegaraan inipun dikemas dengan semenarik mungkin.
Selamat.. selamat...
Acaranya sudah selesai, tinggal menunggu pasukan warna-warni yang akan menyemarakkan negeri ini lima tahun ke depan.

Oya jangan lupa, siapa tahu dalam waktu dekat akan diadakan pesta besar2an untuk acara ini, diisi oleh musisi2 ternama negeri ini dan hadiah doorprize untuk penelepon yang bisa menjawab 'siapakah anggota pasukan warna-warni yang akan angkat koper dalam 100 hari ke depan'
Dan nanti akan ada joke2 seru dari hostnya 'acaranya sangat menggetarkan, mengalahkan getaran di Sumbar' :D

Apakah anda terhibur dengan rangkaian acaranya..? :)

Telusuri Jejak..
Masa

Kita pernah bersama, saat malam2 beranjak pergi meninggalkan keceriaan kita hingga sang fajar menyusul menggantikannya.
Kita pernah menangis, saat suara kita terbentur tembok dan jauhnya harapan dari tempat kita berdiri.
Kita pernah tertawa, saat melihat banyaknya kekonyolan dan acara hura2 tanpa tujuan yang membuat kita lupa kerasnya dunia.
Kita pernah jadi satu, menjadi sebuah barikade mempertahankan idealisme anak muda yang memang tidak mau diatur.

Kita adalah angin lalu, di sebuah masa yang akan hilang digantikan oleh tunas2 baru.
Kita mengikuti alur, seperti aliran sungai yang akan membawa kita sampai entah kemana.
Kita hanya sesaat, sekejap tanpa banyak tanya jawab akan pergi mencari masa depan.
Kita adalah sebuah individu dengan ego dan kepentingan sendiri, dibesarkan oleh kasih sayang dan kebersamaan.
Tapi kita terlanjur terikat, hingga cerita ini akan kita bawa sampai kita sudah tidak bisa lagi mengingat.

Semua yang datang akan pergi
Menjalani dunia
Menikmati cinta
Berbagi cerita
Hingga nanti kita punya kehidupan masing2

ini untuk kalian.
terimakasih.

Telusuri Jejak..
Category:   37 Comments
Keren Bin Kanker

Keren nih, mbak ada yang nomor 42 gak..?
Sebentar mas...

****
Wow pas, harganya murah lagi... bungkus...

***
1399000 mas
Hah...ntar dulu deh mbak..*berlalu meninggalkan kasir sambil mikir kenapa 0 nya bisa nambah satu*

**
-kejadian di sebuah mall, dengan pelaku dua curut yang lagi tidak waras-

*
gambar diambil disini

Telusuri Jejak..
Gempa, Kelas Baru Dan Batik

Ingin aku bertanya pada tuhan, apakah kita terlalu disayang hingga selalu diberi perhatian olehNya.
Atau memang kita seperti lagu Ebiet yang membuat alam bosan bersahabat dan memilih marah dengan caranya.

Pelajaran tentang bumi dan alam semesta telah terkubur di gudang buku2 SD.
Mungkin dulu kita *khususnya aku* malas memahami tentang arti 60LU-110LS dan 95-141 BT, diapit dua benua dan dua samudera.
Jantung khatulistiwa, dilewati garis equator dan berada di atas lempeng bumi.

Dari dulu mungkin kita *lagi-lagi khususnya aku* tidak detil mencermati cerita2 rakyat yang sudah terlupakan sekarang.
Beberapa kejadian, seperti Sangkuriang yang menjadi Tangkuban Perahu, Malin Kundang, Roro Jonggrang dan banyak lagi selalu diakhiri dengan peristiwa alam.
Bukankah kita begitu dekat dan bahkan sudah 'berteman' dengan kejadian2 itu, dari jaman nenek moyang kita yang katanya pelaut itu.

Kejadian gempa di Sumbar membangunkan kita lagi, bahwa alam kesal karena selalu dicurangi.
Mari kita memberi bantuan, apapun itu bentuknya sambil memikirkan lagi ke depan untuk mencoba 'berteman' lagi dengan alam.
Yang belum tahu, mulailah mengenal.
Yang paham ilmu, mulailah berbagi
Yang punya akses, mulailah menyebarkan.
Benar, bencana alam memang tidak bisa dicegah, tapi percayalah kita bisa meminimalisir dampaknya.

Ada satu hal yang membuatku sedikit miris akan kejadian gempa ini, banyaknya siaran di tv yang selalu memutar adegan yang sama, tentang tangisan yang videonya hampir 24 jam diulang terus.
Aku bukannya tidak berempati, gempa itu sudah menghancurkan semua yang mereka punya, jangan lagi menghancurkan hati keluarga2 mereka yang berada jauh dari mereka dengan selalu menampilkan gambar yang sama setiap waktu.

Jengah aku mendengar si reporter bertanya 'seperti apa rasanya waktu itu' atau 'bagaimana perasaan bapak setelah tahu keluarga bapak tertimbun di bawah reruntuhan'.
Mereka butuh bantuanmu, bukan pertanyaan yang akan membuat mereka menangis lagi.
Mereka mau bantuan, bukan simpati atau teman menangis. Bantuan yang akan membuat kepala mereka tegak, percaya mereka bisa bangkit dengan harapan dan hidup yang baru.

Lalu aku Ingin bertanya pada 'kelas baru' itu, butakah mereka dengan kenyataan di depan mereka.
Melihat mereka memamerkan jas baru keluaran loundry terkenal itu, dengan tampang sumringah bersalaman dan berbisik-bisik tentang gaji pertama mereka.

Pelantikan itu, peresmian kelas baru yang menghabiskan dana yang begitu besar, apalagi yang mau diharapkan dari mereka.
Masalah artis bokep yang mau datang kesini saja mereka ributnya setengah mati, membuat UU dan interupsi, mereka jagonya.

Duh... pekalah sedikit, coba kalian bergeser sedikit dari kursi nyaman itu dan lihat sekeliling.
Banyak orang miskin, negeri kita baru tertimpa musibah dan kalian tetap 'show must go on'...?
Terus terang buat para wakil rakyat di kelas baru itu, pesimis aku membayangkan negeri ini di tangan kalian.

Terakhir, ingin aku bertanya pada euforia ini, perlukah membuat sebuah hari khusus untuk batik.
Kemarin hampir semua memakai batik, mengikuti himbauan karena telah disahkannya batik sebagai milik negeri ini.
Pantaskah kita bereuforia dengan 'mewajibkan' satu hari khusus berbatik ria, dan memandang aneh orang yang tidak berbatik di hari itu.

Tidak punya nasionalisme, begitulah anggapan untuk yang tidak memakai batik.
Tiap orang di negeri ini pasti setuju, yang punya batik adalah kita.
Lalu nasionalisme itu akhirnya diukur dari selembar kain bernama batik...? mengherankan.
Batik adalah budaya, punya nilai sejarah yang panjang, banyak nilai hidup yang ada di kain batik.
Tidak perlu menunggu UNESCO baru memakai batik, janganlah memakai batik hanya untuk memperingati 'hari batik'.

Memang ada untungnya pengakuan itu, kita jadi lebih memperhatikan batik, yang artinya akan berdampak pada kesejahteraan pembuat batik, tapi untuk 'hari khusus itu', aku benar2 heran.

Kalau memang begitu pentingnya pengakuan dari luar sampai dibuat sebuah hari yang khusus memakai batik, maka atas nama nasionalisme bersiaplah..
Mungkin dalam waktu dekat UNESCO juga akan mensahkan koteka sebagai warisan budaya negeri ini.
Buatlah hari khusus, jika memang tidak mau dibilang pilih kasih.

Telusuri Jejak..
Wake Me Up When September Ends

Jika rasa makanan adalah dari lidah, maka rasa menulis adalah dari hati.

Fiuuhh... baru buka blog ini lagi.
Hujan dan berita gempa mengawali hari ini.
Semoga saudara2 yang ada di Sumatera, khususnya Sumatera Barat diberi kekuatan dan ketabahan.

Kemaren memang emosi banget, dan gak tau mau dikeluarin dimana, dan akhirnya blog inlah yang jadi sasaran tembak..:D

Nasi sudah menjadi bubur, putusan sudah dijatuhkan.
Terlalu buang energi kalau harus terus memikirkannya, sekarang adalah mencari solusi.
Life must go on, begitu kata sang bijak.
Face it and solve it, begitu kata .... *siapa itu, lupa aku*.

Sejujurnya postingan kemaren murni unek2.
Aku tahu aku bisa menghadapinya, hanya ingin mengeluarkan isi hati, daripada kutahan jadi penyakit, atau aku membuat keributan di tengah pasar gara-gara itu, kan gak lucu jadinya... :D

Aku tidak pernah dendam dengan itu, emosi boleh tho... hehehe
Membuang energi negatif itu ternyata bisa meringankan, postingan itu benar2 menolongku.
Melihat lagi lebih jelas, berpikir melingkar dan membuatku merasa lebih dewasa.
Aku tidak sedang mencari simpati dari tulisan itu, hanya pengen memaki.
Terimakasih buat teman2 yang meninggalkan komentar, kuterima semua sebagai proses belajar.

Buatku inilah terapi yang paling efektif, menulis, menulis semua yang ada dipikiran dan belum sempat terkatakan.
So, wake me up when september ends... eh udah oktober dink.. :D
Kalau begitu selamat datang oktober, selalu ada pelangi setelah hujan.

Telusuri Jejak..
Category: ,   16 Comments
Related Posts with Thumbnails