Archives

Lost In Bali -1-

Meminjam istilah duo kartunis Benny dan Mice, aku terdampar di sini, di pulau yang katanya pulau para dewata.
Tidak ada niatku untuk ke pulau ini, awalnya aku hanya browsing di internet lalu ketemu artikel yang mengatakan kalau Yogya-Bali bisa ditempuh dengan menghabiskan dana kurang lebih Rp. 75.000 *murah meriah mencret, bah*.
Berbekal iman yang kurang kuat dan imajinasi liar tentang Bali, perjalanan penuh sensasi inipun dilakukan.

***

Rabu, 24 Maret 2010
Jam 07.30-22.00
Menaiki kereta ekonomi Sri Tanjung menuju Banyuwangi, modal Rp. 35.000 dan panasnya hari membuat perjalanan itu cukup berkesan.
Aku ketemu rombongan anak-anak Magelang yang hendak menaiki Gunung Agung.
Melihat Kerilku, mereka berpikir aku juga akan naik gunung ke Bali *tapi ternyata salah, aku mau lihat bule-bule di pantai* :))

Sepanjang perjalanan kuhabiskan dengan tidur membabi buta.
Tidak peduli cuaca panas dan ramenya penumpang, pokoknya tidur *dan selalu terbangun kalau kereta berhenti, panas banget* :D

Jam 23.00-03.00
Sampai di stasiun Banyuwangi baru, aku dan rombongan pendaki itu naik ke bis yang ada di pelabuhan Ketapang.
Membayar Rp. 30.000, melanjutkan tidur dan terbangun ketika sudah sampai di terminal Ubung, Denpasar. *lihat, betapa murahnya ke Bali, cukup ditinggal tidur saja tahu-tahu sudah sampai* :D

Berita bagus buatku karena aku punya seorang teman SMA yang kebetulan kuliah di Bali *dan baru lulus, jadi masih pengangguran* :))
Aku hubungi dia untuk menjemputku ke Terminal dan dia cukup sigap untuk tidak lama-lama datang *mungkin tahu temannya ini tersesat seperti anak hilang* :)

Kamis, 25 Maret 2010
Jam 13.00-21.00
Aku terbangun ketika matahari sudah di ubun-ubun kepala.
Keasyikan bercerita tentang masa lalu membuat kami baru bisa tidur jam 7 pagi.
Diteriaki cacing-cacing yang sudah kelaparan, aku mandi dan cari warung makan *tentu dengan temanku itu*

Setelah makan kami berangkat ke kampusnya, melihat temannya yang sedang ujian proposal.
Sorenya ke Kuta, menikmati sunset sambil cuci mata *lihat yang iya-iya* :D
Malamnya tetap di Kuta, nongkrong. *tetap lihat yang iya-iya* :))

Jum'at, 26 Maret 2010
Jam 09.00-22.00
Aku memaksa temanku itu untuk menjadi guideku selama di Bali *iyalah, kalau disuruh jalan sendiri aku gak ngerti Bali, ini pertama kalinya aku ke Bali*
Berangkatlah kami menuju pantai yang katanya dulu MLTR pernah membuat v-klip waktu di Bali dan sempat ditutup karena Julia Robert ingin berenang disini. Namanya pantai Padang-padang *aku baru dengar*, kata temanku sih ini pantai cukup terkenal *di kalangan bule-bule*.

Perjalanannya cukup lama, dan memang di pantainya tidak banyak orang-orang lokal, isinya bule-bule entah dari mana-mana, menyuguhkan pemandangan yang cukup merusak iman. *untunglah aku membawa kacamata hitam, jadi cukup aman untuk lihat yang iya-iya* :D

Sampai siang kami disana, menikmati pemandangan yang begitu indah *pantai dan karangnya bagus banget* :P
Diabadikan melalui kamera HP *gak bawa kamera sih, sayang banget * , kita melanjutkan perjalanan menuju Dreamland *saatnya mandi-mandi, itu kata temanku* tapi kita mampir dulu ke tempat temannya untuk numpang ngaso, panas.

Puas mandi-mandi dan tetap dengan mata kemana-mana *hasilnya siku lecet nabrak karang*, kita langsung ke GWK Cultural Park.
Kebetulan temannya temanku ada yang jaga disana, kita gratis masuk dan menikmati pertunjukan disana, lalu foto-foto di bawah patung Garuda dan patung Wisnu *emang bener, gede banget euy..* :D

Sabtu, 27 maret 2010
Jam 10.00-13.30
Hari ini kita rencana tidak ke pantai, bukan karena bosan tapi takut imannya gak kuat lagi. :D
Akhirnya kita memutuskan untuk menengok *halah batak kalipun bahasanya, hehehe* museum perjuangan rakyat Bali.

Bangunannya cukup eksotik, di dalam kita disuguhi diorama-diorama Bali dari jaman pra-sejarah sampai jaman setelah kemerdekaan. *keren tapi sayang kenapa ya museum kurang diminati masyarakat, padahal disitulah semua bermula*

Puas melihat-lihat isi museum, kita memutuskan untuk balik ke kos *lenyeh-lenyeh, Bali sangat panas kalau siang*

16.30-18.30
Setelah dipikir-pikir, memang di Bali kalau tidak ke pantai rasanya kurang afdol, jadilah kami ke pantai Sanur untuk jalan-jalan menghabiskan sore *niat pertama cuma jalan-jalan, terakhirnya malah asyik main kano. Benar-benar abege labil* :))

Minggu, 28 maret 2010
10.00-18.00
Sebenarnya kami ingin memulai hari ini dengan melihat sunrise di Sanur, tapi apa daya, bangunnya saja jam 9 pagi, matahari sudah naik terlalu tinggi.
Rencana hari ini adalah ke Uluwatu, melihat Pura para Ksatria dan foto-foto dengan keluarga kera disana.
Perjalanan jauh nan melelahkan ke Uluwatu terbayar lunas dengan keindahan Uluwatu itu sendiri *recomended deh pokoknya, tidak terlukiskan dengan kata-kata*.

Sampai siang kami disana, serasa ingin menghabiskan hari disana saking bagusnya tapi temanku berkata dekat situ ada pantai Uluwatu yang sangat eksotik.
Demi mendengar kata eksotik, aku langsung paham dan segeralah kami kesana.
ternyata pantai itu adalah tempat orang main surfing, sangat keren pantainya dan sangat banyak pemandangan yang merusak iman *sama seperti padang-padang, tempat ini tidak banyak dikunjungi turis lokal, isinya bule-bule tok* :D

Sampai sore kami disana, sampai mataku terbiasa melihat pemandangan-pemandangan itu *pantainya, ini juga recomended deh, top*, kami memutuskan ke Nusa Dua, makan rujak *makan rujak aja jauh banget hahaha*

Pulang ke kos, badan lelah tapi pikiran dan imajinasi liar tetap membara.
habis mandi langsung nyari makan dan warnet, nulis blog. :D

***

Inti dari tulisan ini sebenarnya hanyalah mengabarkan kepada khayalak ramai kalau aku sedang di Bali *gak penting, dilempar asbak*, menikmati ketersesatan yang cukup menyenangkan ini, mataku cukup termanjakan disini *dilempar keranjang sampah* dan kalau ada yang bilang di Bali menguras kantong, itu sama sekali tidak benar *iyalah, wong dapat gratisan terus, dilempar recehan*

Entah sampai kapan aku disini, mungkin sampai besok, minggu depan atau bulan depan.
Biar kunikmati dulu, hitung-hitung sebagai ganti karena gagal ke Karimun Jawa. :D

Telusuri Jejak..
Category: ,   14 Comments
Menikmati Panggung Kebersamaan

Aku datang lagi ke acara itu setelah 5 bulan absen.
Suasana yang masih sama, semangat berbagi dan pluralisme yang tetap dinomorsatukan.
Udara yang cukup dingin karena sepanjang sore diguyur hujan tidak membuat surut yang datang.
Aku datang lebih awal, sekitar jam 8 malam. Masih sempat mengisi perut dengan angkringan di depan panggung dan segelas teh hangat sambil melihat-lihat suasana sebelum acara itu dimulai.

Malam itu termasuk spesial, karena Kiai Kanjeng sedang melakukan rekaman langsung di atas panggung untuk lagu-lagu sholawatnya. Pengunjung yang datang akhirnya kecipratan untuk mengisi suara jamaah dan diulang beberapa kali hingga terdengar mantab. *Ternyata untuk mengambil suara saja butuh take berulang-ulang :)*

Cak Nun menyapa pengunjung dengan ramah, sambil menjelaskan rangkaian acara malam itu, tentu tidak lupa dengan sentilan-sentilan khasnya yang membuat suasana langsung meriah.

Pengambilan suara membutuhkan waktu hampir satu jam. Setelah cukup puas, acara maiyah diawali Cak Nun dengan resume-resume yang tejadi belakangan ini, seperti dipanggilnya dia ke MK untuk memberikan pandangannya sebagai ahli tentang UU penodaan agama. Dia bersedia hadir karena permintaan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, sama seperti kedatangannya di Rembang untuk peresmian mesjid, itu karena permintaan Gus Mus.

Saya sekarang mulai memilah-milah permintaan apa saja yang datang pada saya. Bukan saya tidak percaya pada orang atau kelompok yang mengundang saya, tapi saya kehilangan alasan untuk datang. Jika di acara itu ada saudara-saudara saya atau sahabat-sahabat yang saya percayai, maka saya akan datang karena mereka.


Setelah resume Cak Nun lalu disambung oleh resume dari pengurus Kenduri Cinta, kemudian disambung oleh Cak Fuad, yang merupakan penggagas pertama acara Maiyahan ini tahun 1998.
Cak Fuad bercerita tentang konsep perbedaan, sangat menarik.
Bahwa perbedaan itu sesuatu yang harus ada, itulah yang menandakan manusia itu berakal.

Berbeda itu boleh, yang tidak boleh adalah perselisihan karena perbedaan


Yang paling penting kata Cak Fuad adalah bagaimana mencari solusi ketika terjadi perbedaan. Ada yang sepakat untuk satu kata, ada yang sepakat untuk tidak sepakat, itu sah-sah saja asal tidak menjadi permusuhan satu sama lain.

Setelah Cak Fuad menguraikan tentang perbedaan dengan cukup serius *tapi santai*, Cak Nun menanggapi dengan memberi contoh-contoh

"Yang melakukan pengeboman adalah teroris, Muslim bagi orang Barat adalah teroris, Israel bagi muslim adalah teroris, yang ditembak kemarin adalah teroris, lha semuanya teroris."

Cak Nun lalu mengurai

"Teroris diambil dari kata teror, berarti yang melakukan teror disebut teroris.
Tuhan juga memberi kerusakan berupa gempa di Padang dan Cile, apa tuhan juga teroris?, bagaimana kita bisa menyebut seseorang teroris?, adakah hukum atau UU yang mengklasifikasikan bahwa seseorang itu disebut teroris?"

"Itu semua bahasa budaya, bahasa psikologi, bahasa antropologi dan kelemahan yang paling mendasar tentang perbedaan di negara kita adalah bahasa Indonesia. Lihat semua pasal di UU, tidak ada satupun menggunakan bahasa hukum, semuanya bahasa budaya,psikologi dan antropologi. Bagus secara sosial kemasyarakatan tapi lemah untuk menegakkan hukum, hingga bisa dipelintir penguasa"

"saya melaporkan sia anu karena perbuatan tidak menyenangkan, tidak menyenangkan menurut siapa?, adakah ukuran menyenangkan-tidak menyenangkan dalam hukum?, berarti presiden pidato bisa saya laporkan, karena pidatonya tidak menyenangkan menurut saya"

Suasana terasa cair, Cak Nun pintar memainkan ritme. Kapan waktunya serius, kapan waktunya membuat hadirin terbahak-bahak *kebanyakan sih ketawa terus*

Hampir jam 1 malam, Cak Nun dan Kiai Kanjeng pamit mundur karena besok paginya harus sudah ada di Semarang. Acara tetap berlangsung, di panggung sudah ada Kiai Budi dan Sabrang yang lebih dikenal sebagai Noe 'Letto', tercatat juga sebagai anaknya Cak Nun.

Sabrang mengurai tentang fatwa rokok, bahwa ada monopoli kenapa sampai fatwa itu didukung oleh perusahaan rokok terbesar dunia Philip Morris. Standar ganda untuk menjadi penguasa tunggal, begitu pendapat Sabrang tentang fatwa rokok ini.

Setelah Sabrang, acara puncaknya diserahkan kepada Kiai Budi yang sudah jadi langganan tetap Mocopat Syafaat. Kiai pengagum Rumi ini menjelaskan tentang Cinta, konsep pohon yang berbuah, bahwa kita tidak dinilai dari identitas kita tapi kelakuan kita.

Perumpamaan-perumpaan yang dia paparkan cukup membuat suasana malam yang sudah beranjak subuh tetap bergairah, bahasanya yang tinggi, vulgar tapi kocak membuat penonton *khususnya aku* merenung sekaligus tertawa.

Dia juga menjelaskan tentang pandangan fisik, akal, nafsu lalu hati. Sangat menarik.

Ketika kau memandang wanita dengan fisikmu, yang kau lihat hanya onggokan daging berisi tulang, nanah dan darah. Ketika kau melihat wanita dengan pikiranmu, kau akan melihat suka atau tidak suka. Ketika kau melihat wanita dengan nafsumu yang bernama ego, kau akan melihat menang atau kalah.
Lewatilah ketiga tahap itu dan lihatlah wanita dengan hatimu, kau akan melihatNya dalam ciptaanNya


Di acara itu juga tampil teman-teman dari suku Mandar membawakan lagu dengan alat musik tradisional mandar, juga ada puisi rusak-rusakan yang mengocok perut dari Mustofa W. Hasyim dan tentu saja Kiai Kanjeng yang sangat terkenal *di kalangan jamaah maiyah* :D

Malam yang menyenangkan, aku pulang jam 2.30 pagi, tidak sampai tuntas karena aku tidak ikut dengan doa penutupnya. Disamping perjalanan cukup jauh dan udara dingin, aku juga harus bangun pagi untuk sebuah urusan.


Mocopat Syafaat
17-18 Maret,
Taman Tirto, Kasihan, Bantul, DIY



*Ini draft posting udah dari tanggal 18 Maret, baru sekarang buka internet dan publish*

Telusuri Jejak..
Aku Datang Lagi

Bicara tentang mimpi, tentang sebuah pelepasan
Kita sepakat, kau menungguku disana
Dan sekarang aku telah datang
Membawa banyak cerita

Mencium lagi bau tanah basah sehabis hujan
Berteman dengan dinginmu, bermain dengan mitosmu
Ini bukan pertemuan kita yang pertama, tapi ini cukup berkesan
Kau bersembunyi di balik kabutmu dan aku telah berdiri di puncakmu

Terimakasih telah menjamuku dengan hujanmu
Terimakasih untuk hadiahmu yang cukup membekas
Biarkan aku meneruskan pelarianku
Semoga kita bertemu lagi, dengan cerita yang lain



Gunung Lawu, 3265 Mdpl
14-15 Maret 2010

Telusuri Jejak..
Benteng, Oseng-oseng, Klithikan, dan Angop

Kemarin sore aku jalan-jalan di sekitar Malioboro bersama seorang teman SMA-ku. Semacam reuni, padahal kami di kota ini sudah bersama-sama hampir 7 tahun, cuma memang setelah tahun baru kami tidak pernah ketemu, aku ke Sulawesi dan dia ke Palembang.

Bercerita di sekitar Benteng Vredeburg, mengenang masa-masa lalu sambil memperhatikan lalu lalang kenderaan, dan juga merencanakan masa depan sebagai sesama pengangguran habis putus kontrak. :D

Bertemu dengan dua orang teman lain yang sama-sama sedang menghabiskan sore, tidak terasa matahari mulai terbenam. Total 4 lelaki di seputaran benteng, ngobrol ngalor-ngidul dengan topik yang semakin fokus, wanita. :)

Beranjak malam, memutuskan untuk mengisi perut di sekitaran Jl.Ahmad Dahlan, pilihan jatuh ke oseng-oseng mercon yang cukup maknyus kata pak Bondan.
Sambil ber-haaa.. ha.. hii.. hii... *karena kepedasan*, tersiarlah kabar kalau ada seorang teman yang sudah hampir 6 bulan di kota ini belum pernah ke Pasar Klithikan *kemana aja kau lae* :D

Demi memuaskan rasa penasarannya, sehabis makan berangkatlah kami ke pasar Klithikan, sering juga disebut pasar maling, tempatnya para penadah barang-barang bekas atau curian *begitu yang aku tahu*.
Dulu pasar ini berpusat di sepanjang jalan Mangkubumi, dekat Tugu Yogyakarta, tapi sekarang direlokasi oleh pemerintah dan dibuatkan tempat khusus.

Sampai di pasar Klithikan, cuci-cuci mata sambil berharap ada barang yang cukup menarik hati dan kantong, celanaku bergetar, ternyata ada telepon. Seorang teman meneleponku untuk sekedar menumpahkan unek-uneknya, gagal long weekend dan dibuang kantornya ke Ujung Kulon untuk liputan *padahal sih sama-sama liburan juga* :)

Cukup lama telepon itu putus nyambung *maklum telepon kantor, gretongan*, tiba-tiba teman SMA-ku itu mengaduh di sampingku.
Menggerak-gerakkan mulutnya, meludah, dan gelisah.

"na mangua doho..?" *kau kenapa?* aku bertanya
"na uboto puang, na ra martutup babaku, songon kram" *aku gak tahu, mulutku gak bisa nutup, seperti kram* temanku menjawab, dengan suara seperti dikumur-kumur.

Langsung aku menyudahi pembicaraan di telepon dan bertanya apa yang harus kita lakukan, temanku memilih pulang, aku memilih ke rumah sakit.
Pamit kepada 2 teman lain, segera meluncur ke rumah sakit terdekat.

"roakku i tampar begu doon" *mungkin ditampar setan ini* begitu racau temanku
"mungkin" jawabku singkat

Sampai di rumah sakit terdekat, ke bagian pendaftaran. Setelah suster melihat kondisi temanku, mengajak kami ke IGD.
Ada beberapa dokter disana, bertanya ini itu kepada temanku, lalu menyuruhnya duduk di dekat tiang.
Satu orang memegang kepalanya, satu orang memegang mulutnya. Hitungan detik sudah kembali lagi, normal.

"ini namanya angop, mungkin mas menguap atau tertawa terlalu lebar, jadi sendi yang di mulut bergeser" begitu penjelasan dokter

Untunglah tidak perlu obat, hanya disuruh untuk berhati-hati dan menjaga jangan sampai kejadian lagi.
Membayar administrasi rumah sakit lalu memutuskan untuk pulang.

Aku menemukan pesan moral setelah kejadian itu

"jangan menguap terlalu lebar, kalau kau tidak ingin kehilangan uang 100 ribu. Mahal harganya untuk ukuran pengangguran"

hahahaha

Telusuri Jejak..
Tentang Hujan Dan Sebuah Cerita Dari Selatan

Sepertinya langit sedang marah, atau kita yang sudah tidak mengerti bagaimana cara berteman dengan alam.

Sudah dua hari ini Yogya diteriaki petir dan hujan angin yang cukup ekstrim.
Kemarin aku di rumah, menemani keponakan2ku dan memindahkan barang-barang penting yang sedang dirembesi hujan.
Sambil mendengarkan petir dan kilat yang bersahut-sahutan, menggantikan suara tv yang sudah tidak menyala lagi, mati lampu.

Dulu aku paling takut mendengar suara petir, tapi kemarin aku menikmati setiap suara yang dihasilkan langit.
Sampai isya hujannya tidak berhenti, syukurlah keponakan2ku tidak terlalu takut akan gelap, malah bermain meniup lilin-lilin yang dinyalakan, menyanyikan lagu selamat ulang tahun.
Aku menikmati semuanya, celotehan bocah-bocah dan irama hujan.

Selepas isya baru hujannya agak reda, walau masih menetes tapi pelan-pelan. Gerimis.
Aku dihubungi seorang teman, mengajak keluar untuk sekedar menghabiskan malam dan kusuruh menunggu sampai orangtua keponakanku tiba di rumah.
Tidak lama mereka datang, dan aku pergi, menghabiskan malam sambil ngopi2. Ditemani gerimis.

***

Hari ini aku ke pameran buku, hanya melihat-lihat.
Melihat buku-buku diskon yang ternyata menggoyahkan iman, membeli satu buku, padahal aku sedang tidak minat membaca.
Setelah dari pameran buku, aku berjalan-jalan. Mengikuti arah stang motorku yang entah kemana, tanpa tujuan.

Lalu aku teringat, kalau tali jam tanganku putus dari dua minggu yang lalu dan belum sempat kuperbaiki, tepatnya sih diganti.
Kubawa motorku ke arah selatan, ke tempat yang aku tahu adalah tempat terbaik untuk urusan bahan kulit, Manding.

Sampai disana, bertanya sana sini, hingga akhirnya aku ke tempat pembuatan kulitnya, memberi contoh kulit jam tanganku yang untungnya kubawa di tas kecilku.
Cukup 15 ribu dan aku dijanjikan kulit yang setara dengan aslinya.

Santai sejenak di angkringan untuk membasahi kerongkongan dan mengasapi mulutku.
Ngobrol ngalor ngidul dengan si penjual angkringan tentang hujan kemarin, tidak terasa, langit mulai menghitam.

Kuputuskan untuk segera pulang, takut hujan segera turun dan aku tidak membawa jas hujan.
Baru sampai perempatan Manding, gerimis sudah turun.
Aku tidak berbelok ke kiri ke jalan Parangtritis, lurus terus melewati jalan yang bukan jalan utama yang aku tahu tembusnya adalah jalan Imogiri. Lebih cepat ke Jalan Solo, pikirku.

Sampai di jalan Imogiri, hujan sudah tidak tertahan, tumpah ruah membasahi apa yang ada di bawahnya, tetap dengan kilat dan petir-petirnya.
Basah, dan mencari tempat berteduh, akhirnya aku menemukannya juga.
Berteduh bersama beberapa motor dengan kondisi yang sama denganku, tanpa jas hujan.

Aku memandang sekitar, melihat sawah dan lalu lalang kenderaan yang menerobos hujan.
Ada lapangan luas lalu agak jauh ada sebuah Rumah Sakit, dan tiba-tiba aku merasa mengenal tempat ini.

Tempat yang sekitar empat tahun lalu pernah menjadi tempat wara-wiriku hampir 2 minggu bersama teman-teman kampus.
Sekedar membantu apa saja, menguatkan hati saudara-saudaraku yang tertimpa musibah yang bernama gempa bumi.

Aku menatap rumah sakit itu dari kejauhan, lebih besar dari yang dulu dan sedang diperbaiki, mungkin akan dibuat lebih besar.

Syukurlah sekarang setiap orang yang kutemui di tempat ini bisa memberi senyum tulus, walau dulu mereka begitu banyak kehilangan.

Telusuri Jejak..
Hei Ayah..

Seorang anak SMP berjalan pulang menuju rumah dari sekolahnya, ketika itu hari jum'at dan di kampung tempat si anak itu tinggal ada keluarga yang sedang melakukan hajatan hingga warga berkumpul.
Sesampai di rumah, si anak dipanggil ayahnya

"Benarkah yang kudengar di rumah kepling itu..?" kata si ayah

Si anak diam mematung di tempatnya berdiri, tahu kemana pembicaraan itu dan tidak berani menjawab

"Heh, kau dengar aku. benar atau tidak..!!! Kalau tidak benar biar kupukul si Kribo itu.."
"Benar yah.."

PLAAKKK...

Sebuah tamparan mendarat di pipi si anak, si ayah menyuruh masuk kamar.
Membuka ikat pinggangnya, menampar lagi si anak.

"Kau tahu, aku tidak pernah mengajarimu jadi pencuri. Apakah uangmu kurang hingga kau mencuri barang yang harganya tidak melebihi uang jajanmu.."

Si anak sudah terisak

"Kau membuat malu, hancur hatiku melihatmu berbuat seperti ini. Anak kurang ajar.."

Setelahnya berbagai macam pukulan, tendangan dan patahnya sebuah sapu menjadi bukti bagaimana remuknya hati ayah melihat anaknya melakukan sebuah tindakan tidak terhormat, mencuri. Mencuri gelang-gelang besi imitasi dari rumah tetangganya yang saat itu lagi tren. Dan tetangganya yang orang minang kebetulan adalah penjual grosir di pasar.
Kejahatan anak-anak masa puber, dilakukan tanpa memikirkan resiko bersama teman-teman sepermainan, hanya untuk gaya-gayaan dan orang-orang di kampung cukup arif untuk menyerahkan ini kepada keluarga masing-masing.
Tersangka 10 orang, sebaya dan dihajar babak belur oleh ayahnya masing-masing. Terselamatkan oleh bunyi adzan sholat jum'at.

"Pergi mandi dan jum'atan, habis itu langsung pulang"
"Iya yah.." jawab si anak disela isak tangisnya.

Dan si anak tahu, ayahnya tidak akan pernah lagi membahas masalah itu. Ayahnya yang tempramental tapi bukan pendendam, ayahnya yang berani melawan semua orang jika dia benar, mungkin jika dia berbohong dan berkata tidak melakukannya, bisa dipastikan ayahnya akan membelanya dan dia tahu itu.
Tapi tidak kali ini, ayahnya sudah cukup malu.

***

"Hidup 5000"
"Mati.."
"Ada samping-samping lagi gak sebelum diangkat..?"
"Bentar-bentar.."

Keriuhan pemuda-pemuda kampung di belakang rumah seorang engkong-engkong Cina, sedang melakukan permainan judi "martuo'". Dua keping logam Rp.50 atau Rp.100 diletakkan di tangan lalu disentil ke atas, kalau yang jatuh ke tanah gambar keduanya sama maka dikatakan hidup, Kalo beda dikatakan mati.
Ketika itu lebaran, masih banyak yang memberi salam tempel dan banyak orang yang pulang kampung. Bertemu keluarga dan teman-teman lama.

Yang memegang koin adalah seorang anak SMA tahun ketiga, disaksikan pemuda-pemuda kampung yang sedang memegang taruhannya masing-masing di tengah-tengah lingkaran besar.
Koin itu terangkat, dan sebelum jatuh ke tanah, para pemuda berhamburan lari kesana-kemari, menyelamatkan diri.

"Uwak datang...!!!!"

Si anak antara mengambil duit atau kabur, akhirnya diam di tempat. Tidak melakukan apa-apa.

"Pulang"
"Iya yah.."

Adzan pertama sholat magrib udah terdengar, si anak berpikir paling ayahnya akan berjalan lurus ke mesjid, tapi dugaannya salah. Ayahnya mengikutinya sampai ke rumah.
Masuk rumah dan ke ruang tv, diikuti ayahnya dan pandangan heran ibunya.
Sekarang sudah tidak perlu lagi bentakan atau ucapan pembukaan, tendangan pertama, kedua, tamparan hingga sapu.

Dan yang paling kurang ajar, si anak menangkis beberapa, mungkin kesal merasa sudah tidak pantas menerima perlakuan begini.

"Kau melawan sekarang.. hah.. Sudah jago perasaanmu"

Makin kesal ayahnya, sudah tahu salah, melawan lagi.
habislah si anak dihajar ayahnya, kali ini tanpa isakan air mata. hanya benjol di kepala.
Setelah itu ayahnya pergi sholat maghrib sekaligus isya ke mesjid, si anak akhirnya menangis di kamar mandi, ibunya mengusapi kepalanya yang benjol.

***

"Kau jangan kuliah disini, ke Yogya aja. Lagian ada kakakmu disana"
"Iya yah..."

Ibunya keberatan kalau anak bungsunya kuliah jauh lagi, seperti anak-anaknya yang lain, biar yang ini agak dekatan, begitu kata ibunya.

"Kau mau dia di bawah ketiakmu terus, biar dia belajar. Bertemu orang-orang baru, banyak ilmu disana, terutama ilmu hidup."
"Tapi kalau aku rindu, mereka jauh-jauh semua. Biar ada yang bisa nengokin kalau kita ada apa-apa"
"Halah, jangan egois. Ini untuk mereka"

Ibunya hanya bisa bersungut-sungut lalu memberi petuah panjang lebar tentang hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama di rantau orang. Panjang kalau dijabarkan satu-satu.
Tiba giliran ayahnya, tumben simpel banget. hanya 3 hal yang diinginkan ayahnya untuk dia pegang ketika nanti kuliah.

"Ingat tuhan, karena cuma dia yang akan menolongmu selama disana" pertama.
"Jangan narkoba, pilihannya cuma 2, penjara atau kuburan" kedua
"Jangan rusak anak orang, jika kau dekat dengan seseorang, perlakukan dia dengan baik" ketiga

Nasehat yang lebih dari cukup membuat si anak berani bertahan dengan status mahasiswa rantau.

***

Si ayah mendapat laporan si kakak kalau adiknya tidak pernah sholat selama di Yogya setelah 3 bulan di Jakarta dan Sulawesi.

"Kau mau apa hah.., tambah umur bukannya tambah dewasa, sudah lupa kau caranya sholat..?"
"Bukan begitu ayah, aku hanya ketemu masanya"
"oya, apa masalahmu, hingga kau lupa pada tuhan..?"
"Aku tidak tahu.."
"Mau jadi apa kau, tidak ada ridho disana kalau kau hanya mengejar dunia.."
"Engghhh......."
"Kuingatkan kau satu hal, ketika aku meninggal, aku ingin anakkulah yang men-sholatkan aku. Mulai sekarang kau harus ingat itu, pikirkan baik-baik"
"Iya yah.."

Singkat, menusuk seperti biasanya. Dan si anak terisak, setelah sekian lama tidak pernah mengeluarkan air mata.

***

Keesokan harinya, si ayah kembali menelepon

"Kau dimana..?"
"Di kos lama.."
"Tidur disana.."
"Iya yah.."
"Masih ada uangmu..?"
"Masih yah.."
"Kalau habis uangmu, bilang. Biar dikirim.."
"masih ada kok... enggghh yah, aku minta maaf soal kemarin"
"Kau sudah makan..?"
"Udah yah.."
"Kapan kau pulang ke rumah kakakmu..?"
"Mungkin 3 hari lagi"
"Ya udah, baik-baik kau disana"
"iya yah.."

Dan seperti biasanya, sudah tidak ada lagi percakapan tentang kemarin.

****


Hei ayah..
Aku dulu tidak mengerti kenapa kau begitu keras pada kami anak-anakmu.
Mungkin karena alasan umurku yang belum begitu memahami maksud tersirat dari semua tindakan dan ucapanmu
Setiap hari rumah kita diisi dengan suara-suara berisi emosimu, pasti selalu ada yang dimarahi, tapi aku tidak pernah merasa kesal padamu, mungkin itu terapi sehatmu.

Hei ayah..
Dulu aku heran, kenapa orang lebih senang datang ke rumah kita ketika ada masalah.
Pertengkaran rumah tangga, anak muda yang kawin lari, pemilihan calon bupati sampai anak yang kabur dari rumah orangtuanya.
Padahal kau hanya seorang PNS, bukan orang kaya. Bukan pula keturunan raja, hanya perantau.
Bentakan dan intonasi suaramu yang begitu tinggi membuat siapa saja takut, dan tetap orang mengadu padamu.

Hei ayah..
Dibalik sifatmu yang emosian dan kerasnya ucapan serta tindakanmu, kau adalah orang yang paling pengertian yang pernah kukenal selama hidupku.
Terimakasih kau telah mengingatkanku lagi, aku benar-benar membutuhkan itu.
Jakarta membuatku greget, Sulawesi membuatku sedikit melawan tuhan.
Dan kau berdiri di depanku, untuk meluruskan pandanganku lagi padaNYA

Kau mengerti bahwa aku sedang melarikan diri ke Yogya, untuk menemukan kembali apa yang hilang dalam diriku
Dan kau menjadi pemicuku untuk kembali lagi padaNYA
Aku mungkin masih butuh lebih banyak waktu lagi, mungkin naik gunung atau ke Karimun Jawa
Tapi percayalah, aku akan baik-baik saja

Jika cinta harus butuh kata-kata, maka yang kurasakan adalah cintamu yang tanpa perlu kata-kata.

Telusuri Jejak..
Related Posts with Thumbnails