Hai,
Halo,
Selamat malam..
Ternyata bisa logiiiinnnnn disini lagiiiii :))
Agak kagok saya menulis lagi disini, secara postingan terakhir tertanggal 19 Desember 2010.
Menimbang timbangan saya yang semakin hari jarumnya semakin bertambah ke kanan *gak ada hubungannya ya*
Ditambah lagi mood menulis yang timbul tenggelam, akhirnya diputuskan oleh... saya sendiri untuk membuat blog baru, di tetangga wordpress. *sebenarnya bukan blog baru, wong saya buatnya 2007, cuma baru nulis 2011*
Kesimpulannya, blog ini akan pensiun.
Alasannya karena terlalu lama gak menulis disini *sampai lupa password* dan mood nulisnya juga udah gak dapat disini. :D
Mulai lagi dari awal di http://lilliperry.wordpress.com/
Apa kabar kalian? *ngomong sama siapa gak tau* :))
Saya mau rajin blogwalking lagi ah..
Main-main kesana ya..
dan
Selamat berpuasa temans..
15 Agustus 2011
'Bakar aja tu bendera PSSI'
'Nurdin Halid Goblok, mampus aja deh'
'Panitia brengsek.., ngurus tiket aja gak becus!!!'
Mungkin teriakan-teriakan seperti itulah yang terdengar kemarin (18/12/2010) di Senayan.
Bayangkan saja, ribuan orang antri dari pagi, bahkan ada yang menginap di sekitar stadion demi mendapatkan tiket pertandingan semifinal Indonesia - Filipina.
Tapi yang mereka dapat adalah, loket ditutup hari itu. Alasannya, panitia prepare untuk tiket box di hari pertandingan.
Ekspresi kemarahan, jengkel hingga yang putus asa menghiasi langit senayan di hari sabtu kemarin. Dan itu harus disalurkan, toh itu sudah kebiasaan.
Kita kaget, kaget terserang euforia.
Kaget untuk memakai baju merah putih lambang garuda.
Kita kaget kalau menonton turnamen ini harus ke stadion, entah mengerti sepakbola, entah pengen memeriahkan stadion, entah diajak teman, entahlah.
Presiden kita yang memang dasarnya kagetan dan suka euforia malah sumringah dengan ratusan kursi VIP sementara masyarakat tinggal nyalain korek buat bakar kantor PSSI gara-gara gak dapat tiket.
Lengkaplah sudah kekagetan kita.
Ada apa ini...
Fenomena Piala AFF tahun ini begitu menyihir negeri ini, baru kali ini orang-orang terlihat antusias *over antusias* pada turnamen ini.
Triggernya mungkin ada beberapa, contohnya kita tuan rumah selama penyisihan, hausnya kita akan gelar juara turnamen ini karena kita belum pernah juara, serta tentunya naturalisasi pemain.
Media juga memanjakan turnamen ini dengan berita berlebih, khususnya kehidupan si pemain sendiri.
apalagi melihat hasil-hasil bagus yang didapat Tim Nasional selama turnamen, makin bertambahlah gaung turnamen ini.
Dan kita bereuforia...
Di tengah banyaknya kekecewaan tentang negeri ini, dibarengi dengan silih bergantinya musibah yang datang menyambangi, masyarakat butuh sesuatu untuk melemaskan syaraf, bersorak gembira, berceloteh haha hihi, tertawa riang.
Turnamen ini pas, datang di waktu yang tepat dengan segala embel-embelnya.
Lupakan Gayus, pinggirkan dulu Merapi, biarkan saja dulu Nurdin, abaikan sebentar keistimewaan Yogyakarta.
Mari kita dukung Timnas...!!!
Dan kita terjebak euforia...
Spada... kemana saja selama ini?
Ini penyelenggaraan yang ke-8 lho, dan Indonesia bukan sekali ini jadi tuan rumah.
Ada yang ingat Indonesia 3 kali ke final?
Mungkin banyak yang lupa, Indonesia memainkan sepakbola 'gajah' di turnamen ini ketika melawan Thailand yang menyebabkan salah satu pemain Indonesia dilarang bertanding seumur hidup di ajang internasional.
Indonesia tercatat dalam sejarah hitam persepakbolaan dunia.
Lain dulu lain sekarang, katanya...
Benar, timnas kita bergerak ke arah yang lebih baik, tapi jangan lupa, sebuah turnamen, yang diingat adalah sang juara, bukan si runner-up atau semifinalis.
Belum ada yang berbeda dari dulu hingga sekarang, tahan dulu kebanggaan itu.
Gara-gara berita kemarin dan hari ini, saya tergelitik untuk bermain-main dalam imajinasi saya.
Saya berharap Indonesia kalah di pertandingan kedua ini dan gagal melaju ke final.
Apakah suporter karbitan dan orang-orang kagetan yang hendak membakar kantor PSSI itu memiliki kebesaran hati menerima kekalahan sebesar ekspektasi kemenangan yang dibebankan pada Timnas?
Apakah euforia instan ini akan berbalik menjadi keriuhan caci maki dan umpatan-umpatan kepada Timnas...lagi?
Jika masih caci maki dan berujung bakar stadion, itu sangat anti klimaks. Menyedihkan sekali.
Gambar dari mbah google
Kenapa Indonesia gak maju2, kenapa Indonesia gak berubah2, kenapa Indonesia begini.. begitu.. | Karena lo banyakan nanya, dan gak ngelakuin sesuatu.
Scene 1 'Majority'.
Secara garis besar dalam scene ini adalah testimonial 2 orang dari 2 partai berbeda, Golkar dan PKS
Si bapak 'Golkar', menyatakan bahwa hidup sebelum reformasi lebih enak, memang utang kita banyak tapi hasilnya terlihat dari pembangunan kita.
Si Anak muda 'PKS', menyatakan sudah waktunya ada reformasi, 32 tahun dan hasilnya kita tetap bodoh.
Satu yang mereka sepakat, mereka membela partainya sampai mati.
Scene 2 'Minority'
Scene ini adalah refleksi minoritas yang ternyata memberi nama yang harum buat bangsa ini.
Bagaimana perjuangan barongsai pimpinan Kong Ha Hong untuk membawa barongsai jadi sebuah hiburan,olahraga,kesenian yang diterima masyarakat Indonesia.
Berat pastinya, seberat anggapan masyarakat ketika melihat masyarakat minoritas di negara ini. Tapi tidak butuh waktu lama, setelah diterima di negara ini, barongsai pimpinannya menjadi juara dunia. membawa nama Indonesia.
Scene 3 'To Die For'
Klimaks film ini ada disini, Panji dan Otonk 'Koil' silih berganti memberi testimoni tentang 'hope'
Panji yang 'jujur' bercerita tentang lagu 'kami tidak takut', pesannya ketika berada di Tangkuban perahu, menikmati keindahan negeri ini di beberapa tempat di Indonesia.
Sedangkan Otonk 'satir' bercerita tentang ketidakpeduliannya terhadap negeri ini, harapannya ke depan buat bangsa ini walaupun dalam bahasa yang bias.
Diselingi beberapa adegan seperti kerusuhan 98, priok, di gedung DPR, serta testimoni dari beberapa orang.
Pesan film ini simpel
Jangan tanya apa yang udah negara ini lakuin buat lo, tanya apa yang udah lo lakuin buat negara ini
******************************
Saya menikmati sekali film ini, walaupun di awal-awal terasa membingungkan buat saya, ini film apa?
Tapi karena ekspektasi saya hanya ingin menonton, dan juga sudah dikatakan kalau ini adalah film dokumenter, maka saya benar-benar jadi penonton. Membuat diri saya santai, terserah alur film ini membawa saya kemana tanpa interupsi dari pikiran saya.Ada 2 jenis anak muda di dunia
yang menuntut perubahan & yang menciptakan perubahan.
Sudah sering kita dengar, kita lihat, betapa putus asanya kita terhadap negara ini.
Setiap pemilu kita selalu salah pilih, betapa kecewanya kita sebagai anak bangsa dengan pemimpin-pemimpin kita.
Selalu, jalan yang kita pilih adalah mengeluh, menyoraki, mencemooh, mencaci-maki menuntut perubahan.
Padahal banyak jalan untuk lebih baik. Tidak sedikit orang pintar di negeri ini, begitu banyak orang terampil bertebaran di sudut-sudut yang tak terjamah eksistensi.
Yang kurang adalah pemimpin, pemimpin di setiap apapun dan juga mental dijajah serta mental premanisme.
Ditambah media yang mecekoki dengan slogan 'bad news is a good news', membunuh karakter kita secara perlahan.
Menyedihkan jika melihat demo, massanya hanya 10-15 orang meneriakkan sesuatu, mengibarkan bendera-bendera organisasi yang lebih besar dari pesan yang dibawa. Siapa yang mau dengar.
Benar kita memang bangsa yang terlanjur, yang sekarang cerminan negara kita adalah 'taklid'. Mengikuti sesuatu tanpa tahu apa yang kita ikuti.
Benar kita memang bangsa yang lupa, karena tuanya umur kita hingga apa-apa di negeri ini bisa dimaafkan.
Benar kita memang bangsa yang besar, saking besarnya kita bahkan tidak sadar kalau pulau di negeri tidak cuma satu.
Tapi kita bukan bangsa yang kebablasan, 'Hope' menyentil sisi nasionalisme kita bahwa 'Sumpah pemuda aja bisa ngumpulin pemuda seluruh Indonesia tanpa internet, lalu kenapa kita gak satu visi melakukan sesuatu agar negeri ini jadi lebih baik'.
Melalui film ini kita diajak bergerak, tidak perlu muluk-muluk untuk revolusi, tapi paling tidak lakukan apa yang bisa kamu lakukan. Bicara saja tidak akan menyelesaikan apapun.
Kamu taat pajak, buang sampah pada tempatnya, hemat listrik & air, banyak hal yang bisa dilakukan, jadi berhenti menyalahkan negeri ini'Yang gw tau hanya nulis dan nyanyi, makanya gw nyebarin lewat lagu atau tulisan' -Panji-
Ini titipan, titipan masa lalu untuk kita dan paling tidak kita punya tanggung jawab moral untuk menitipkannya ke generasi setelah kita.
Para pahlawan saja membuat kita satu dengan darah dan airmata agar kita hidup enak sekarang, tanpa pernah mencicipi nikmatnya yang namanya kemerdekaan. Masa kita cuma jadi sang pencerca ?
Mengutip kata Sabrang, 'Indonesia sekarang bukan lagi merdeka atau mati, tapi berubah atau punah'
Jadi aku punya teman, orangnya cukup sibuk dengan pekerjaannya. Biasa sih, ceritanya juga biasa - biasa saja. Tentang orang yang sibuk.
Ini ibukota, kalau kau tidak sibuk, kamu mati atau jobless.
Pernah dia kepikiran untuk pindah dari kerjaannya yang sekarang dikarenakan waktu untuk dirinya sendiri bahkan tidak ada.
Senin sampai Jum'at, bukan office hour. Paling cepat pulang jam 10 malam, weekend sabtu-minggu harusnya adalah saat untuk bersenang-senang.
Tapi sabtu dia disibukkan dengan tugas ekstensi kantor, dan minggu... membuat laporan untuk diterbitkan senin. Hectic.
Sebetulnya selama kita nyaman dengan apa yang kita kerjakan, semuanya akan terasa lebih mudah.
Hanya 2 hal yang paling sering membuat orang "khususnya yang belum menikah" untuk pindah dari kerjaannya. Lingkungan dan Gaji.
Sayangnya, temanku itu terkena yang ketiga, diperbudak pekerjaan.
Dia mulai mengeluh tentang weekend yang dihabiskannya untuk bekerja, mulai berpikir untuk mencari pekerjaan yang lebih baik.
Lebih baik dalam artian waktu, soal lingkungan kerja, dia tidak ada masalah, apalagi soal gaji, cukup untuk selalu mentraktir saya kalau ketemu.
Sudah beberapa kali dia bilang, aku pengen pindah, aku mulai stres, makan aja sampai lupa, sampai gak bernafsu.
Banyak lagi....... dan selalu ada kata 'TAPI'.
'Aku pengen pindah tapi masih bingung mau kerja apa'
Terakhir dia menyuruhku untuk memberinya semangat agar keluar dari pekerjaannya.
Karena dia juga meminta saranku, yang keluar hanyalah 'ya udah, segera keluar'.
Tidak membantu katanya, jelas-jelas dia memintaku memberi semangat untuk keluar dari pekerjaannya, ataukah hanya ironi untuk memberinya semangat agar bertahan di pekerjaannya.. ah gak taulah, aku tidak pandai beretorika.
Terlalu banyak tapi, terlalu banyak hitung-hitungan, terlalu banyak argumen.
Jadi orang nekad sekali-sekali tidak apa-apa kan.
Mungkin juga aku tidak memberi solusi, menyarankan seseorang untuk jadi pengangguran.
Sekali lagi, semuanya tentang pilihan.
Mudah memang mengatakannya, lebih mudah memang menyarankan saja. Membantu pun tidak, cuma menambah masalah.
Setiap orang punya pilihan, dan pilihan selalu berbarengan dengan resiko
Seperti kata Caknun : Ketika anda akan masuk hutan lalu anda berdebat tentang apa saja yang akan anda temui selama dalam hutan, percayalah, anda tidak akan masuk hutan.
Kalau mau masuk hutan, masuk aja. persoalan ketemu macan, mau ketemu ular, tersesat, ya sudah dihadapi. Mati atau selamat, itu sudah urusan tuhan, tinggal pilihan kita, mau mati atau mau selamat.
Kalau mau keluar, ya keluar aja. Tinggal memilih, mau lebih baik atau pasrah.
Dilema.. pasti.
Orang susah nyari kerjaan, ada yang nganggur bertahun-tahun belum dapat kerja.
Mungkin akan banyak yang mencibir, bodohnya kamu, pekerjaan bagus kok ditinggal.
Mungkin aku juga akan mencibir, bodoh, kalau hanya gara-gara kerjaanmu kau membunuh dirimu pelan-pelan.
Benar kata orang, lebaran itu lebih enak di rumah. Mau seperti apa bentuk rumahnya, home sweet home.
Mudik merupakan sebuah seni menjelang lebaran, momen sekali setahun berkumpul dengan keluarga, dengan tujuan yang khusus.
Bagaimanapun keadaannya, mudik adalah hal yang wajib bagi yang jauh dari rumahnya.
Ucapan maaf ketika mencium tangan orang-orang tercinta saat lebaran terasa khidmat, diiringi gema takbir yang membuat semuanya menjadi lebih syahdu.
Dulu waktu aku kecil, lebaran adalah baju baru, kue-kue yang banyak dan salam tempel dari keluarga.
Ditambah makanan seperti rendang, ketupat, dendeng balado, ayam gule sampai lemang. Lebaran yang seperti itu selalu ditunggu.
Berkunjung dari satu rumah ke rumah yang lain, berharap isi kantong semakin banyak. Lebaran yang menyenangkan.
Sampai sekarang, suasana itulah yang selalu ditampilkan lebaran.*tapi sekarang baju baru beli sendiri dan jatah salam tempel adalah milik ponakan-ponakan*
Dua kali aku kehilangan momen itu.
Dua kali aku berganti suasana lebaran, tahun lalu di satu tempat yang istimewa di tengah Jawa dan kali ini di Ibukota negara ini.*Mudah mudahan tidak jadi bang Toyib*
Banyak perbedaannya, tapi yang jelas satu yang sama. Dua-duanya bukan di rumah.
Rasanya..? lain, cobalah tanya pada orang yang pernah melewatkan mudik.
Setelah sholat Ied kemarin, aku ngebut dari Casablanca sampai Sudirman, melewati Kuningan terus ke Gatsu dan balik lagi ke Pancoran-Tebet.
Mungkin di hari biasa, butuh lebih setengah hari melewati rute itu.
Sempat aku pelankan laju motorku di Sudirman, dan berhenti di dekat patungnya.
Yang kupikirkan adalah, biarlah Sudirman yang menjadi orang pertama menerima jabatan tangan permintaan maafku, sayang terlalu tinggi dan aku tidak ingin berakhir seperti Naga Bonar.
Jadi bagaimana lebaranmu kali ini kawan?
Aku pernah ditanya begini, "apa makna lebaran buatmu?"
Berkumpul dan bergembira. Sesimpel itulah jawabanku.
Aku tidak pernah merasa lebaran sebagai sebuah hari kemenangan.
Lebaran adalah saat dimana kita berkumpul dan bergembira dengan orang-orang terdekat kita.
Bergembiralah bagi yang sedang berkumpul dengan orang-orang terdekatnya.
Dan buat orang-orang yang jauh dari rumahnya, karena alasan pekerjaan, kuliah, ekonomi sampai yang tidak kuat fisik, tetaplah bergembira.
Walaupun wajah tidak berhadapan, tangan tidak berjabat, biarlah hati yang bertemu.
Selamat hari raya Idul Fitri 1431 H,
Mohon maaf lahir dan batin.