Menikmati Panggung Kebersamaan

Aku datang lagi ke acara itu setelah 5 bulan absen.
Suasana yang masih sama, semangat berbagi dan pluralisme yang tetap dinomorsatukan.
Udara yang cukup dingin karena sepanjang sore diguyur hujan tidak membuat surut yang datang.
Aku datang lebih awal, sekitar jam 8 malam. Masih sempat mengisi perut dengan angkringan di depan panggung dan segelas teh hangat sambil melihat-lihat suasana sebelum acara itu dimulai.

Malam itu termasuk spesial, karena Kiai Kanjeng sedang melakukan rekaman langsung di atas panggung untuk lagu-lagu sholawatnya. Pengunjung yang datang akhirnya kecipratan untuk mengisi suara jamaah dan diulang beberapa kali hingga terdengar mantab. *Ternyata untuk mengambil suara saja butuh take berulang-ulang :)*

Cak Nun menyapa pengunjung dengan ramah, sambil menjelaskan rangkaian acara malam itu, tentu tidak lupa dengan sentilan-sentilan khasnya yang membuat suasana langsung meriah.

Pengambilan suara membutuhkan waktu hampir satu jam. Setelah cukup puas, acara maiyah diawali Cak Nun dengan resume-resume yang tejadi belakangan ini, seperti dipanggilnya dia ke MK untuk memberikan pandangannya sebagai ahli tentang UU penodaan agama. Dia bersedia hadir karena permintaan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, sama seperti kedatangannya di Rembang untuk peresmian mesjid, itu karena permintaan Gus Mus.

Saya sekarang mulai memilah-milah permintaan apa saja yang datang pada saya. Bukan saya tidak percaya pada orang atau kelompok yang mengundang saya, tapi saya kehilangan alasan untuk datang. Jika di acara itu ada saudara-saudara saya atau sahabat-sahabat yang saya percayai, maka saya akan datang karena mereka.


Setelah resume Cak Nun lalu disambung oleh resume dari pengurus Kenduri Cinta, kemudian disambung oleh Cak Fuad, yang merupakan penggagas pertama acara Maiyahan ini tahun 1998.
Cak Fuad bercerita tentang konsep perbedaan, sangat menarik.
Bahwa perbedaan itu sesuatu yang harus ada, itulah yang menandakan manusia itu berakal.

Berbeda itu boleh, yang tidak boleh adalah perselisihan karena perbedaan


Yang paling penting kata Cak Fuad adalah bagaimana mencari solusi ketika terjadi perbedaan. Ada yang sepakat untuk satu kata, ada yang sepakat untuk tidak sepakat, itu sah-sah saja asal tidak menjadi permusuhan satu sama lain.

Setelah Cak Fuad menguraikan tentang perbedaan dengan cukup serius *tapi santai*, Cak Nun menanggapi dengan memberi contoh-contoh

"Yang melakukan pengeboman adalah teroris, Muslim bagi orang Barat adalah teroris, Israel bagi muslim adalah teroris, yang ditembak kemarin adalah teroris, lha semuanya teroris."

Cak Nun lalu mengurai

"Teroris diambil dari kata teror, berarti yang melakukan teror disebut teroris.
Tuhan juga memberi kerusakan berupa gempa di Padang dan Cile, apa tuhan juga teroris?, bagaimana kita bisa menyebut seseorang teroris?, adakah hukum atau UU yang mengklasifikasikan bahwa seseorang itu disebut teroris?"

"Itu semua bahasa budaya, bahasa psikologi, bahasa antropologi dan kelemahan yang paling mendasar tentang perbedaan di negara kita adalah bahasa Indonesia. Lihat semua pasal di UU, tidak ada satupun menggunakan bahasa hukum, semuanya bahasa budaya,psikologi dan antropologi. Bagus secara sosial kemasyarakatan tapi lemah untuk menegakkan hukum, hingga bisa dipelintir penguasa"

"saya melaporkan sia anu karena perbuatan tidak menyenangkan, tidak menyenangkan menurut siapa?, adakah ukuran menyenangkan-tidak menyenangkan dalam hukum?, berarti presiden pidato bisa saya laporkan, karena pidatonya tidak menyenangkan menurut saya"

Suasana terasa cair, Cak Nun pintar memainkan ritme. Kapan waktunya serius, kapan waktunya membuat hadirin terbahak-bahak *kebanyakan sih ketawa terus*

Hampir jam 1 malam, Cak Nun dan Kiai Kanjeng pamit mundur karena besok paginya harus sudah ada di Semarang. Acara tetap berlangsung, di panggung sudah ada Kiai Budi dan Sabrang yang lebih dikenal sebagai Noe 'Letto', tercatat juga sebagai anaknya Cak Nun.

Sabrang mengurai tentang fatwa rokok, bahwa ada monopoli kenapa sampai fatwa itu didukung oleh perusahaan rokok terbesar dunia Philip Morris. Standar ganda untuk menjadi penguasa tunggal, begitu pendapat Sabrang tentang fatwa rokok ini.

Setelah Sabrang, acara puncaknya diserahkan kepada Kiai Budi yang sudah jadi langganan tetap Mocopat Syafaat. Kiai pengagum Rumi ini menjelaskan tentang Cinta, konsep pohon yang berbuah, bahwa kita tidak dinilai dari identitas kita tapi kelakuan kita.

Perumpamaan-perumpaan yang dia paparkan cukup membuat suasana malam yang sudah beranjak subuh tetap bergairah, bahasanya yang tinggi, vulgar tapi kocak membuat penonton *khususnya aku* merenung sekaligus tertawa.

Dia juga menjelaskan tentang pandangan fisik, akal, nafsu lalu hati. Sangat menarik.

Ketika kau memandang wanita dengan fisikmu, yang kau lihat hanya onggokan daging berisi tulang, nanah dan darah. Ketika kau melihat wanita dengan pikiranmu, kau akan melihat suka atau tidak suka. Ketika kau melihat wanita dengan nafsumu yang bernama ego, kau akan melihat menang atau kalah.
Lewatilah ketiga tahap itu dan lihatlah wanita dengan hatimu, kau akan melihatNya dalam ciptaanNya


Di acara itu juga tampil teman-teman dari suku Mandar membawakan lagu dengan alat musik tradisional mandar, juga ada puisi rusak-rusakan yang mengocok perut dari Mustofa W. Hasyim dan tentu saja Kiai Kanjeng yang sangat terkenal *di kalangan jamaah maiyah* :D

Malam yang menyenangkan, aku pulang jam 2.30 pagi, tidak sampai tuntas karena aku tidak ikut dengan doa penutupnya. Disamping perjalanan cukup jauh dan udara dingin, aku juga harus bangun pagi untuk sebuah urusan.


Mocopat Syafaat
17-18 Maret,
Taman Tirto, Kasihan, Bantul, DIY



*Ini draft posting udah dari tanggal 18 Maret, baru sekarang buka internet dan publish*

You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response.
12 Responses
  1. Seneng yah fan, bisa ngelihat langsung mereka dan kita, jadi berpengalaman. Makasih sharenya. Owh ya, kata2 tetang wanita, Insya Allah kapan2 mbak contek, untuk status di wall FB :)

  2. wah, sampai pagi ? ck.ck.ck..

  3. Hmmm...kuat juga ya sampe pagi
    tapi kalo ceramahnya asyik ya asyik aja sih

  4. >> anazkia : iya, karena saya juga udah lama gak liat jadi kerasa aja feel acara itu :)
    ambil aja, saya juga ngutip dari yang saya dengar :)

    >> Sang Cerpenis bercerita : biasanya sampai menjelang subuh, gak kerasa tiba2 aja udah subuh :))

    >> Itik Bali : hahaha, biasanya semakin malam semakin rame. Jarang yang tidur, lha ketawa terus :))

  5. makasih dah dishare, jadi makin kagum sama cak nun, selalu bisa melihat masalah secara holistis...

  6. sayaaaahh dataaaaaaaaaaaaaang...ta im back hihihih dah lama gag kesinii :">

    seneng yah ke tempat seperti itu :D kapankapan ke jogja anter diajak yahh kesanaa :D

  7. wah... andaikan mia bsia datang juga. tapi di jogja ya? kejauhan T^T

  8. Wah..itu yang pembahasan tentang teroris gue suka tuh...
    Ia yah, semuanya dianggap teroris, xixixiix... :D

  9. Wah pembahasannya keren-keren...

  10. >> Lina : sama-sama :)

    >> Ny : lah kapan kamu ke jogja.. :P

    >> KucingTengil : emang Mya dimana? Jakarta juga ada, namanya kenduri cinta :D

    >> Zippy : Versi lengkapnya sih gak hapal, itu cuma sedikit yang terserap ingatan saya.. :)

    >> lovepassword : ho-oh kang, lha Semarang juga ada tho... Bambang Wetan :D

  11. wuah, mantabh bangedh sob..
    makasih banyak atas reviewnya disini.. menakjubkan dan sangadh membuka wawasan.. :)

  12. gravatar lilliperry

    >> pohon : kalo ke Jogja datanglah kesini, mantab pokoknya sob :D

Leave a Reply

Related Posts with Thumbnails